Sabtu, 08 Oktober 2011

Tsa'labah

Kisah Kedurhakaan Tsa’labah

 

Siang itu Rasulullah sedang sholat berjamaah bersama para sahabat beliau. Diantara sederetan sahabat yang makmum di belakang Rasulullah, nampak seorang tengah baya yang kusut rambutnya dengan berpakaian lusuh. Ia dikenal sebagai seorang sahabat Rasulullah yang tekun beribadah. Setelah Rosulullah menyelesaikan sholat, sahabat berpakian lusuh itu segera beranjak pulang tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu, Rasululloh menegurnya, “ Tsa’labah!,mengapa engkau tergesa-gesa pulang. Tidakkah engakau berdoa terlebih dahulu. Bukanlah tergesa-gesa keluar dari mesdjid adalah kebiasaan orang-orang munafik..”
Tsa”labah menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rosulullah, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rosulullah. “ Wahai Rosulullah, kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakannya sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin, untuk itu, Wahai Rosulullah. Jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Allah menghilangkan semua kemiskinan kami ini dan memberi rezeki yang banyak.”
Rosulullah tersenyum mendengar penuturan Tsa”labah, lalu beliau berkata,” Tsa”labah sahabatku, engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit itu lebih baik dari pada engkau bergelimangkan harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur.” Nasehat Rasulullah sedikit menghibur hati Tsa”labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah dia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rosulullah, karena Doa seorang utusan Allah pasti didengar Allah, itulah yang selalu menjadi angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rosululllah, dan memohon agar beliau mau mendoakannya agar menjadi orang kaya. Rosulullah kembali menasehati, “ Wahai Tsa’Labah. Demi Dzat diriku diriku berada ditanganNya, seandainya aku memohon kepada Allah agar Gunung Uhud menjadi emas, Allah pasti mengabulkannya, tetapi apa yang terjadi jika gunung uhud benar-benar menjadi emas, masdjid-masdjid akan sepi!. Semua orang akan sibuk memupuk kekayaan dari gunung itu, aku khawatir jika engkau menjadi orang kaya engkau akan lupa beribadah kepada Allah.”
Tsa”labah terdiam mendengar nasehat Rosulullah namun dalam hatinya berkecamuk. “Aku mengerti Rosululllah tidak mau mendo’akan karena beliau sayang kepadaku, beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya aku akan menjadi golongan orang-orang yang khufur, tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang aku miliki aku akan membela agama ini dengan hartaku. Akhirnya Tsa’labah pulang, ia merasa malu apabila terus memaksa Rosulullah agar mau mendo’akannya, namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rosululllah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rosulullah mau mendo’akan. Kali ini Rosulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’Labah, beliau menengadahkan tangan kelangit. "Ya…ALLAH…limpahkanlah rejekiMU kepada Tsa’Labah". Kemudian Rosulullah memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’Labah, "Peliharalah kambing ini baik-baik"….pesan Rasulullah. Tsa’Labah pulang membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang berbunga-bunga. Dengan modal kambing serta Do’a Rasulullah aku yakin aku akan menjadi orang yang kaya raya.

Hari-berganti hari, bulan berganti bulan Tsa’Labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang yang kaya yang terpandang, Kambingnya berjumlah ribuan, disetiap lembah dan bukit terdapat kambingnya Tsa’Labah. Pagi itu Tsa’Labah berjalan-jalan meninjau kandang-kandang kambing yang sudah tidak sesuai dengan jumlah kambing yang terus berkembang biak. “Hmmm. Aku harus pindah dari sini mencari lahan yang lebih luas untuk menampung kambing-kambingku. Akhirnya Tsa’Labah menemui lahan yang luas dipiggir Madinah. Disana ia membangun kandang-kandang baru yang lebih besar. Namun demikian perkembangan kambing-kambing Tsa’Labah bagaikan air bah yang sulit di bendung, kadang-kadang yang baru dibangun itu sudah penuh sesak oleh ribuan kambing, Dengan demikian Tsa’Labah setiap hari disibukkan terus dengn harta kekayaannnya. Ia yang dulu setiap Sholat lima waktu selalu berjamaah di masdjid sekarang datang kemasdjid hanya pada waktu sholat dhuhur dan ashar saja.
Kini kandang kambing yang baru dibangun Tsa’Labah di pinggin Madinah sudah tidak lagi memenuhi syarat, maka ia memutuskan untuk mencari area yang lebih luas lagi. Tsa’Labah sudah tidak memikirkan lagi bagaimana ibadahnya bila jauh dari Madinah. Kepalanya sudah dipenuhi dengan hubbudhunya, sehingga ia datang ke masjid hanya satu kali dalam satu minggu pada sholat Jum’at. Dengan demikian derasnya harta yang mengalir dirumah tsa’labah. Kini ia lebih senang tinggal di rumah dari pada jauh-jauh datang ke masjid, bahkan sholat Jum’at pun ia sudah tak datang lagi ke masjid. Sampai Rosulullah bertanya ”Wahai sahabatku. sudah sekian lama Tsa’Labah tidak keliahatan di masdjid…taukah kalian kemana dan bagaimana keadaannya sekarang?“ Wahai Rosulullah. "Tsa’ Labah sudah menjadi orang kaya. Lembah-lembah di Madinah maupun di luar Madinah telah penuh sesak dengan kambing-kambingnya Tsa’Labah." “Benarkah.. mengapa ia tidak pernah menyerahkan Shodakahnya sedikitpun?”
Setelah Allah menurunkan ayat tentang kewajipan Zakat. Rosulullah mengutus dua orang sahabat untuk menjadi amil zakat, seluruh umat islam di Madinah yang hartanya dipandang sudah Nisob zakat didatangi, tak terkecuali Ts’Labah pun menjadi giliran. Kedua utusan Rosulullah membacakan ayat zakat dihadapan Tsa’Labah. Kemudian setelah dihitung dari seluruh harta kekayaannya ternyata memang banyak harta Tsa’Labah yang harus diserahkan sebagai zakat. Tak disangka Tsa’Labah mukanya berubah merah, ia berang. “Apa-apaan ini. Kalian mengatakan ini zakat tetapi menurutku ini lebih tepat disebut upeti!. Pajak!. Sejak kapan Rosulullah menarik upeti Hah.!? Aku bisa rugi” ucap Tsa’Labah. “Kalian pulang saja aku tidak mau menyerahkan hartaku ..!”
Kedua utusan Rosulullah kembali menghadap Rosulullah dan menceritakan semua perbuatan Tsa’Labah, beliau bersedih telah kehilangan seorang sahabat yang dulu tekun beribadah ketika miskin namun setelah kaya ia telah terpengaruh dengan harta kekayaannya. “Sungguh celaka Tsa’Labah.. Celakalah ia..” Kemudian Allah menurunkan ayat 75 dalam surat At-Taubah tantang ciri-ciri orang MUNAFIK. Ayat ini segera menyebar ke seluruh muslimin di Madinah sehingga ada salah seorang sahabat Tsa’Labah yang datang memberi tahunya. Celakalah engkau Tsa’Labah, Allah telah menurunkan ayat karena tingkah perbuatanmu. Tsa’labah tertegun, ia baru sadar bahwa nafsu angkara murka telah lama memperbudaknya. Kini ia bergegas menghadap Rosulullah dengan membawa zakat dari seluruh hartanya, Namun Rosulullah tidak berkata apa-apa kecuali hanya sepatah kata, "Sebab kedurhakaanmu Allah melarangku untuk menerima zakatmu."
Rosulullah mengambil segenggam tanah lalu dutaburkan di atas kepala Tsa’Labah, “Inilah perumpamaan amalanmu selama ini. Sia- sia belaka. Aku telah perintahkan agar engkau menyerahkan zakat tetapi engkau menolak, celakalah engkau Tsa’ Labah.” Tsa’Labah kembali ke rumahnya, dengan penyesalan yang tanpa batas dan tiada arti. Sampai suatu hari terdengar kabar Rosulullah telah wafat, ia semakin bersedih karena taubatnya tidak diterima oleh Rosulullah hingga beliau wafat. Tsa’Labah mencoba mendatangi Khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rosulullloh, ia datang membawa zakat. Abu Bakar hanya berkata “Rasulollah saja tidak mau menerima zakatmu, bagaimana mungkin aku dapat menerima zakatmu.!”
Demikian pula di zaman kekholifahaan Umar Bin Khatab, Tsa’labah mencoba menyerahkan zakat, Umarpun tidak mau menerima sebagai mana Rosulullah dan Abu bakar tidak mau menerima zakatnya. Bahkan sampai kholifah Usman Bin Affan juga tidak mau menerima zakat Tsa’labah karena Rosulullah, Abu Bakar, dan Umar tidak mau menerima zakatnya.
Demikianlah kehidupan yang “hina” dan penuh dengan kemurkaan ALLAH telah menimpa seorang sahabat Rosulullah yang telah tenggelam di dalam gelimang harta hingga menyeretnya ke lembah kemunafikan. Ia telah melalaikan kewajibannya. Ia telah mengingkari janji-janjinya. Ia telah melecehkan kemuliaan ALLAH dan Rosulnya sehingga membuahkan penderitaan yang kekal abadi didalam neraka. Nauszubillahi min dzalik..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar